Perdagangan Emas dalam PASAR VALAS (Spot Market)

Perkembangan teknologi dan peradaban membawa perubahan yang dramatis pada perdagangan lintas negara. Tidak ada satu negara pun yang tidak melakukan perdagangan dengan negara lain. Bahkan kini satu produk, bisa terdiri dari komponen-komponen yang dibuat di banyak negara.

Perdagangan lintas negara yang berkembang sangat maju ini memunculkan satu kebutuhan akan mata uang sebagai alat tukar. Contohnya sebuah perusahaan Amerika yang ingin membeli produk pertanian dari petani Jepang, tentu saja tidak bisa menggunakan mata uang Amerika (USD). Petani Jepang tentunya menginginkan pembayaran dalam mata uang Jepang (Yen), karena mereka membayar para pekerjanya, membeli bibit tanamannya, dan membayar operasional pertaniannya dengan mata uang Jepang.

Perusahaan Inggris yang ingin membangun sebuah pabrik di tentu saja membutuhkan mata uang China (Yuan) untuk membeli lahan, membeli bahan bangunan, membayar pekerja, dsb di China.

Singkatnya, saat ini mata uang bukan lagi sekedar alat tukar, tetapi sudah menjadi sebuah komoditas yang dibutuhkan. Bahkan kini juga diperjualbelikan.

Karena kebutuhannya sangat besar, maka nilai transaksi perdagangannya juga sangat besar. Investor, ekportir, importir, industri manufaktur, ataupun bank, membeli dalam jumlah puluhan milyar dalam sekali pembelian. Seringkali mereka juga membeli secara bertahab untuk menghindari lonjakan harga.

Dengan mulai diperdagangkannya emas di Pasar Mata Uang, maka emas sudah menjadi mata uang alternatif. Apalagi dengan krisis ekonomi yang melanda Eropa dan Amerika, mereka yang berkepentingan dengan nilai tukar suatu mata uang yang khawatir akan penurunan nilai mata uang USD dan Euro, maka emas (XAU) adalah sebuah solusi.

XAU (Aurum – nama kimia untuk emas) atau komoditas emas dalam satuan troy ounce ini, diperdagangkan dengan nilai tukar USD (XAUUSD) dan Euro (XAUUSD).

Untuk memahami sistem perdagangan Emas di Pasar Valas, maka kita dapat membayangkannya sebagai sebuah pasar yang didalamnya berderet toko-toko dan kios-kios kecil.

Seperti kita tahu, di pasar itu meski berderet toko-toko dan kios-kios kecil yang menjual barang yang sama, namun masing-masing sudah memiliki pelanggan sendiri-sendiri. Akan tetapi, meskipun sudah memiliki pelanggan sendiri-sendiri, namun tetap berlaku hukum pasar: dimana harga murah dan persediaan barang banyak, di tempat itulah pelanggan akan berbelanja.

Di Pasar Valas, toko-toko dan kios-kios kecil ini adalah perusahaan-perusahaan yang menjual dan membeli valuta asing. Mereka inilah yang disebut Market Maker. Besarnya toko dan kios mereka menggambarkan besarnya modal yang mereka miliki. Semakin besar modalnya, semakin besar tokonya. Semakin banyak yang bisa ia beli dan ia jual. Semakin besar transaksi perdagangannya.

Masing-masing toko dan kios ini memiliki pelanggan atau mitra sendiri-sendiri. Biasanya pelanggan mereka ini adalah bank, perusahaan keuangan, perusahaan ekspor-import ataupun pemerintah suatu negara. Tetapi meskipun pelanggan, mereka itu seperti pengunjung pasar lainnya, berlalulalang untuk mencari harga yang paling baik untuk mereka. Ketika mereka hendak membeli, mereka mencari penjual dengan harga yang terendah. Sebaliknya ketika mereka menjual mereka mencari penjual dengan harga tertinggi. Jadi hukum permintaan-penawaran berjalan sangat murni di pasar ini.

Tidak semua orang bisa berjualan di pasar ini. Yang bisa berjualan di pasar ini hanyalah lembaga keuangan yang memiliki reputasi, mendapatkan sertifikasi dari otoritas moneter, dan memiliki modal yang sangat besar. Sebagai gambaran, syarat minimal suatu konsorsium untuk bisa berjualan sekitar 50 juta USD.

Biasanya untuk ikut berjualbeli valas di pasar ini, masyarakat umum atau disebut dengan "Retail" memilih ikut "numpang" di salah satu toko atau kios. Pihak yang menghubungan antar toko dan kios di pasar ini dengan masyarakat umum yang ingin ikut berjualbeli valas inilah disebut broker atau forex broker.

Orang yang ingin ikut berjualbeli (trading) valas harus mendepositkan sejumlah dana, yang oleh pihak broker dana tersebut ditempatkan di salah satu toko atau kios di Pasar Valas.

Ketika orang tersebut akan membeli sejumlah mata uang karena ia memperkirakan harga akan naik, ia akan menghubungi broker dan meminta broker untuk membeli sejumlah mata uang dari dana yang ia depositkan. Maka broker segera melakukan pembelian untuk orang tersebut, melalui toko atau kios dimana dana orang tersebut diletakan.

Hal yang sama dilakukan ketika orang tersebut ingin melakukan penjualan.

Jadi melalui broker inilah seseorang dapat melakukan trading di Pasar Valas. Idealnya broker ini mendapat keuntungan hanya dari biaya transaksi, bukan dari selisih pergerakan harga. Biaya ini langsung diberikan kepada broker oleh toko atau kios dimana dana klien ditempatkan. Karena toko atau kios tersebut akan mengutip biaya untuk setiap ada transaksi yang dilakukan klien, apakah itu pembelian atau penjualan. Jadi toko atau kios ini mendapat dua keuntungan dari setiap klien yang menempatkan dana: pembayaran dari setiap transaksi, dan tambahan modal di toko atau kiosnya.

Karena itu broker yang baik akan mengenakan fixed-spread. Maksudnya harga yang diinfokan oleh broker sama dengan harga di Pasar Valas pada waktu itu, dan selisih antara jual dan beli sama.

Lalu dimana letak lokasi Pasar Valas ini?

Dimana letak kantor toko-toko atau kios-kios di Pasar Valas itu?

Apa wujudnya valas yang kita perjualbelikan?

Pasar Valas ini tidak terletak dimana-mana. Toko dan kios dalam uraian di atas hanyalah sekedar ilustrasi untuk memudahkan kita memahami sistem pasar ini. Yang sebenarnya, pasar ini adalah sebuah sistem perdagangan dengan sistem elektronik yang menghubungkan semua pelakunya. Namun demikian, hampir sebagian besar volume transaksinya di proses di sentra-sentra keuangan di setiap negara (London, New York, Tokyo dll). Di tempat-tempat itulah kantor-kantor Market Maker dan pelanggan-pelanggannya berada (pihak yang kita ilustrasikan sebagai toko atau kios dalam Pasar Valas).

Wujud valas yang kita perjualbelikan adalah nilai saldo dalam sebuah account atau rekening.

Para market maker ini mempunyai rekening di setiap bank sentral (bank yang mengelola sistem moneter suatu negara - bank yang memiliki otoritas untuk mencetak uang). Rekening inilah yang menjadi semacam "Kontrak Kepemilikan" yang kemudian diperjualbelikan.

Karena menggunakan sistem informatika yang sangat canggih, maka setiap transaksi jual-beli tidak lagi menggunakan kertas ataupun kuitansi. Tidak ada berkas yang beralih tangan ketika transaksi. Transaksi dilakukan secara eletronik dan terverifikasi.

Ketika seseorang ingin berjualbeli (trading) valas, maka ia harus membuka account dan mendepositkan sejumlah dana. Dengan dana yang didepositkan inilah kemudian ia dapat membeli atau menjual valas dalam bentuk saldo. Misalnya ia mendepositkan dana sejumlah 5 juta rupiah, semuanya dalam bentuk US Dollar. Kurs US Dollar saat itu misalnya 1 USD = Rp 9.000. Maka saldo yang masuk dalam account-nya adalah 555.55 USD.

Misalnya ia membeli emas senilai 12.5 USD, maka otomatis saldonya berkurang dan menjadi 543.05 USD. Akan tetapi kini ia memiliki 0.25 lot emas dalam account-nya.

Memang konsep ini tidak mudah dipahami, terutama jika paradigma kita masih pada jual-beli yang harus ada wujudnya.

Apakah ini judi (gambling)? Bukankah banyak orang bangkrut dari "bermain" valas ini?

Dalam judi, seseorang mempertaruhkan sejumlah uang (berspekulasi) untuk memenangkan lebih banyak uang.

Setiap bisnis dan perdagangan pasti mengandung aktivitas spekulasi, yakni menempatkan sejumlah uang pada suatu resiko (berspekulasi), untuk mendapatkan lebih banyak. Seseorang berjualan sayuran di sebuah pasar, juga melakukan spekulasi. Dengan mengorbankan uang modalnya untuk dibelikan stok sayur-mayur ia telak berspekulasi. Bisa jadi ia untung, bisa juga terjadi ia rugi (harga turun, barang tidak laku, barang rusak, ada bencana dll).

Perbedaan mendasar antara judi dan "berspekulasi dalam bisnis" adalah: bagaimana seseorang itu mengandalkan pada nasib (nasib baik dan nasib buruk). Orang berjudi melakukan spekulasi, namun ia sangat mengandalkan pada nasib. Sedangkan orang berbisnis, ia melakukan spekulasi dan ia juga melakukan strategi dan implementasi. Tidak ada di dunia ini yang menjamin setiap model bisnis atau setiap usaha pasti berhasil, namun demikian dalam bisnis ada aspek antisipasi dan sama sekali tidak menggantungkan pada nasib.

Dalam trading (perdagangan bursa), tidak ada seseorang pun, tidak ada satu rumus pun, yang bisa memastikan perubahan pergerakan harga. Meskipun banyak sekali orang mengklaim ia punya rumusan atau strategi untuk mengetahui arah perubahan harga, namun itu semua hanya prediksi. Tidak ada yang bisa secara pasti mengetahui arah perubahan harga.

Ketidakpastian dan misteri pergerakan harga inilah yang membuat para penjudi sangat menikmati "permainan" ini. Mereka menikmati rasa "sensasi" menjadi orang yang beruntung dengan melakukan spekulasi (mempertaruhkan uang yang sangat banyak untuk mendapatkan/memenangkan uang dalam jumlah besar). Karenanya banyak sekali orang bangkrut - bahkan bunuh diri - dalam aktivitas trading ini.

Namun demikian, seorang yang melakukan pendekatan bisnis pada trading ini, atau seorang profesional, tidak mencari rasa 'sensasi' ini. Orientasi mereka adalah keberlanjutan bisnis, bukan meraup keuntungan besar. Mereka membuat strategi dan mengimplementasikannya. Memang tidak ada yang bisa mengetahui arah perubahan harga, tapi ada jejak atau gejala-gejala dari perubahan harga yang bisa dijadikan dasar dari strategi. Mereka menggantungkan pada strategi, bukan menggantungkan pada nasib. Tingkat keberhasilan rata-rata pelaku bisnis Trading Forex ini adalah 5-20%. Jadi dari 10 orang yang mencoba masuk dalam bisnis ini, rata-rata hanya 1 orang yang berhasil survive.

Untuk lebih detail tentang teknis tradingnya mungkin bisa dilihat di situs-situs broker valas.

Untuk memahami "Prinsip Dasar Perdagangan Derivatif": klik disini.